Digital Minimalism, Sebuah Pilihan atau Keharusan?

- 29 Oktober 2022, 13:21 WIB
Digital Minimalism, Sebuah Pilihan atau Keharusan?
Digital Minimalism, Sebuah Pilihan atau Keharusan? /Mihuandayani, S.Kom., M.Kom

Cal Newport dalam bukunya Digital Minimalism memberikan solusi dengan melakukan detoksifikasi melalui digital declutter selama 30 hari. Mengembalikan aktivitas yang santai analog yang disukai dengan fokus pada kehidupan nyata kita.

Menerapkan digital minimalism bukan berarti kita memutus setiap aktivitas kita dengan teknologi digital, namun melakukan pembatasan waktu melakukan aktivitas online dan hanya berfokus untuk menggunakan teknologi pada hal-hal yang menurut kita esensial dan bermanfaat.

Digital declutter adalah tentang mengidentifikasi aktivitas dan kebiasaan alternatif yang membawa makna. Menghabiskan waktu tanpa teknologi yang tidak wajib. Kemudian setelah satu bulan secara bertahap menghubungkan kembali beberapa teknologi tidak wajib tadi, sambil mencurahkan waktu luang untuk kegiatan bermakna yang ditemukan kembali selama sebulan di hari bebas teknologi.

Memiliki waktu sendiri (bukan hanya dalam arti fisik, namun juga dari segi mental yang menjauhi sementara dengan media digital) mungkin memang diperlukan untuk pemikiran yang mendalam dan menyadari bahwa penggunaan media digital yang berlebihan telah mengganggu pikiran secara perlahan-lahan. Manusia memiliki waktu, perhatian, dan energi yang terbatas, sehingga kemampuan mengalokasikan sumber daya ini diperlukan dengan lebih tepat guna.

Bagi pekerja yang memang selama jam kerja penuh menggunakan teknologi atau mungkin pekerja seni seperti content creator yang memang membutuhkan waktunya lebih lama untuk mencari ide dengan media sosial, ini memang menjadi tantangan. Tapi sekali lagi, digital minimalism bukan berarti membatasi kita berkarya atau bekerja dengan teknologi. Tetapi ini tentang pengendalian diri dan prioritas terhadap penggunaan waktu kita.

Kitalah masing-masing yang paling tau mana aplikasi dan media yang mendukung aktivitas kita dan mana yang hanya membuat kita menghabiskan waktu tanpa tujuan yang jelas. Jika sulit melakukannya selama sebulan, mungkin bisa dari hal yang sederhana namun bertahap seperti meluangkan waktu untuk connect with nature, mengutamakan ngobrol secara langsung dengan orang-orang terdekat, dan mengendalikan diri agar tidak berlebihan dengan teknologi.

Mengatur mana aplikasi yang perlu di-freeze, mengatur batas waktu scrolling di media sosial, mengikuti akun-akun yang bermanfaat saja, memfilter pencarian di media sosial, menghindari ketergantungan terhadap likes di media sosial, termasuk melakukan puasa media sosial setiap weekend. Ini akan sedikit membantu kita mengembalikan energi atau recharge pikiran dan mental kita sebelum memulai aktivitas berikutnya.

Digital minimalism mengajarkan kita untuk memprioritaskan apa yang kita hargai. Mengorbankan kebiasaan yang kurang bermakna, menunjukan pemikiran yang fokus, pendekatan yang intentional untuk menghuni realitas yang terbagi ke dalam dunia nyata dan dunia maya.

Pada hakikatnya, filosofi ini mengingatkan kembali kepada kita tentang keseimbangan hidup dan pengendalian pikiran, mana yang menjadi prioritas hidup kita.

Pemanfaatan waktu berharga ini sejalan dengan kandungan dalam Q.S Al-Ashr ayat satu sampai tiga bahwa kehidupan di dunia ini memiliki waktu atau masa yang singkat.

Halaman:

Editor: Yogi Farlin Mokoagow


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x