Marah dalam Islam, dan Sikap Rasulullah Tentangnya

- 4 November 2022, 01:00 WIB
Ilustrasi gambar marah
Ilustrasi gambar marah /Pixabay/Tumisu

"Emosi atau marah adalah kunci dari segala keburukan."

Keterangan ini menjadi penjelas tentang bahaya emosi atau marah dalam berbagai sendi kehidupan.

Maka wajar jika Rasulullah Muhammad saw melarang seorang suami untuk menceraikan (talak) istrinya ketika sedang marah, seorang pemimpin mengambil keputusan ketika sedang marah, dan lain sebagainya.

Orang yang marah bukan berarti orang yang hebat, apalagi dianggap gagah perkasa atau jago. Rasulullah Muhammad saw menegaskan dalam sebuah pertanyaan:

ما تعدون الصرعة فيكم؟ قلنا الذي لا تصرعه الرجال، قال ليس ذلك ولكن الذي يملك نفسه عند الغضب

Artinya: "Siapa yang kalian anggap sebagai orang yang gagah perkasa atau jago? Kami menjawab, dia yang tidak bisa dikalahkan secara fisik oleh siapa pun. Nabi saw menimpali, bukan demikian, akan tetapi yang gagah perkasa atau jago itu adalah orang yang mampu menahan dirinya ketika marah." [HR. Muslim]

Marah pada hakikatnya adalah sifat alamiah dari setiap manusia, dan tidak ada satupun yang mampu menafikannya.

Maka yang diperintahkan adalah pengendalian diri agar mampu menahan amarah karena Allah swt, sehingga dampaknya menjadi kemaslahatan dan pahala di sisi Allah swt.

Jamaluddin Al-Qasimi dalam kitabnya Mau'izah al-Mu’minin min Ihya' Ulum al-Din, halaman 208 menyebutkan:

 فمهما كظم الغيظ فينبغي أن يكظمه لله وذلك يعظمه عند الله

Halaman:

Editor: Sahril Kadir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x