Network
Portal Kotamobagu - Xavi Hernandez, legenda Barcelona, sering kali menyebut klubnya sebagai yang paling sulit di dunia untuk menjadi bagian dari, baik sebagai pemain maupun sebagai pelatih.
Alasannya adalah bahwa di Barcelona, tidak hanya soal menang, tetapi juga tentang bagaimana Anda menang, dengan memegang erat prinsip-prinsip klub yang telah lama tertanam dalam DNA mereka.
Tapi apa sebenarnya yang dimaksud dengan DNA klub Barcelona? Diskusi panjang mengenai evolusi gaya bermain Barcelona di bawah Johan Cruyff dan Pep Guardiola selama tiga dekade terakhir bisa menjadi bahan perbincangan di malam yang larut. Namun, intinya adalah tentang tiga hal: posisi, penguasaan bola, dan tekanan.
Barcelona menginginkan sepakbola menyerang, menghibur, dengan kemampuan bermain dari lini belakang, menekan tinggi, dengan permainan satu-dua sentuhan yang menggetarkan hati penonton, mencetak gol-gol brilian, dan memenangkan pertandingan dan trofi.
Baca Juga: Luis Enrique Antisipasi Kemungkinan Taktik Berubah dari Milan
Meskipun Barcelona berhasil memenangkan LaLiga musim lalu, gelar pertama mereka sejak 2019, masih ada kritik bahwa mereka belum mencapai semua prinsip-prinsip tersebut. Salah satu momen kritis terjadi dalam kemenangan 1-0 melawan Real Madrid di Copa del Rey, di mana Barcelona harus menyerahkan penguasaan bola kepada Madrid karena cedera pemain, yang kemudian menuai kritik tajam atas performanya.
Ini adalah tantangan yang dihadapi oleh Xavi Hernandez saat ia mencoba membangun kembali identitas Barcelona di musim ini.
Setelah berhasil membangun fondasi pertahanan yang solid, Xavi sekarang ingin timnya tampil sebaik mungkin dengan bola seperti yang telah mereka tunjukkan tanpa bola sejak ia mengambil alih sebagai pelatih pada tahun 2021.
Pertandingan El Clásico akhir pekan ini akan menjadi ujian nyata bagi kemajuan Barcelona. Meski tim sedang dilanda cedera, Xavi telah mempersiapkan timnya untuk pertandingan semacam ini.
