Kisah Salam Simbala Membalaskan Dendamnya Kepada Puluhan Buaya Muara Sungai Desa Dumagin B

13 September 2023, 13:15 WIB
Salam Simbala /Felix Tendeken/

Part 1

Portalkotamobagu.co.id-Kisah ini bermula saat Salam Simbala (64) warga Desa Dumagin B, Kecamatan Pinolosian Timur (Pintim), kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) kehilangan anaknya gegara dimangsa buaya pada tahun 2009 silam saat berendam di sungai.

Dendam tersebut membenam dalam hatinya dan berjanji akan membalaskan dendam tersebut dengan mencabut nyawa semua buaya di muara Desa Dumagin.

Saat ditemui di rumahnya pada hari Sabtu (5/8/2017) silam, perburuan sang predator dimulai saat dia menemukan anaknya dalam kondisi tak bernyawa dan penuh luka gigitan buaya.

“Kalau tanya takut mati saya jawab tidak, sebab rasa takut mati telah hilang. Rasanya saya ingin memburu seluruh buaya yang hidup di Desa Dumagin B,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Simbala tak takut lagi dengan hewan pembawa kematian ini.

Dengan modal nekat dan alat tangkap tradisional buatan tangannya, Simbala menyisir semua lokasi yang diduga sarang sang predator.

Bahkan dirinya berujar, pernah menikam 50 ekor buaya dengan tombak namun lolos.

“Dari jumlah tersebut hanya 11 ekor yang tertangkap dengan modal tumbak dan tali nilon,” jelasnya lirih.

Kata dia, tak mudah menangkap buaya-buaya di muara ini.

Sebab salah melangkah, salah bergerak nyawa taruhannya.

Pergerakan harus cepat agar tidak jadi santapan hidup sang predator berdarah dingin.

Selorohnya, setiap hari ia duduk di tepian sungai menunggu buaya naik ke daratan untuk dibunuh.

Bahkan saking dendamnya, pria parubaya ini sering lupa makan dan minum.

Ia tidak ingin dibantu orang lain untuk menghabisi nyawa sang predator saat naik ke tepian untuk menjemurkan badannya dibawah terik matahari.

“Saya melompat lalu duduk diatas punggung buaya dan menekan kedua matanya hingga buta. Kemudian mengikat mulutnya menggunakan tali nilon. Sebab kekuatan buaya akan menghilang ketika mulutnya tertutup,"ungkapnya.

Mulai saat itu dirinya terkenal dikampunya sebagai sang penakluk buaya.

Bahkan warga tidak segan meminta bantuannya saat mendapati buaya memangsa ternak mereka.

Untuk menagkap buaya, biasanya Simbala menggunakan umpan teripang sapi, ayam maupun kambing.

Dia memancing buaya agar keluar dari sarangnya untuk selanjutnya ditangkap dan dihabisi nyawanya.

Simbala mengaku bukan hanya satu kali buaya berhasil terperangkap.

Namun banyak juga yang lepas karena berontak dan merusak perangkap.

"Saya pernah menangkap buaya sepanjang lima meter," kata dia.

Aktivitas menangkap, buaya seakan telah menjadi hobi yang tidak bisa dipisahkan. Namun lama kelamaan keluarganya mulai merasa khawatir dengan gelagat Simbala, karena takut menjadi korban buaya yang selanjutnya.

Simbala diminta oleh keluarganya untuk tinggal di dekat perkebunan dan menjauhi sungai tempatnya berburu buaya.

"Agar rasa trauma saya tidak berkepanjangan, saya diminta pindah ke perkebunan," kata dia.

Mengetahui buaya dilindungi, keluarganya melarang Simbala berburu buaya dan melakukan aktivitas bertani.

Dengan mata berkaca-kaca, dia menceritakan peristiwa buaya menghilangkan nyawa anaknya.

"Anak saya bersama saudara lainnya mandi di dekat muara sungai. Dia duduk ditepi sungai dan yang lain dalam sungai," kata dia.

Ia pun mencoba mencari anaknya hingga ke dasar sungai. Ia menduga ada sesuatu yang menarik anaknya masuk ke dalam dasar sungai.

"Istri saya (Subaeda Siolimbone) langsung pingsan mendengar anak saya menghilang di sungai," kata dia kesal.

Ia pun menghubungi aparat desa, aparat keamanan, dan warga untuk melakukan pencarian dengan menyusuri pesisir sungai.

Kata dia saat menemukan anaknya, sepatah kata pun tak mampu diucapkan, hanya emosi di dalam dada yang mengebu-gebu.

"Anak saya penuh gigitan buaya ada ditangan, dada dan bagian belakang. Buaya membawa anak saya ke sarangnya dalam kondisi tidak bernyawa," katanya.

Menurut dia, buaya yang menyerang anaknya adalah buaya yang berukuran sedang. Sebab jasad anaknya tidak langsung dimakan. (lix)

 

 

Editor: Felix Tendeken

Sumber: Jejakdigital.co.id

Tags

Terkini

Terpopuler