Tegas! LBH Manado Tolak Dialog Publik Kemenkominfo Tentang RUU KUHPidana

21 September 2022, 11:27 WIB
Aksi penolakan masyarakat sipil terhadap diskusi publik RUU KUHPidana /Istimewa/

PORTAL KOTAMOBAGU, Pikiran Rakyat - Diskusi Publik RUU KUHPidana yang digelar Kemenkominfo RI, di Hotel Four Point, Sario, Kota Manado, pada Selasa (20/9/2022) kemarin, mendapat penolakan dari LBH Manado.

Alasannya, Diskusi Publik RUU KUHPidana tersebut juga disertai aksi penolakan oleh masyarakat sipil saat acara berlangsung.

"Saat kegiatan berlangsung, masyarakat sipil melakukan aksi penolakan RUU KUHPidana dengan berdiri di tengah ruang kegiatan sambil membentangkan poster berisi #semuabisakena dan #tolakRKUHP," ujar narahubung LBH Manado Henly, kepada PK, Rabu (21/9/2022).

Henly menyatakan, dalam kegiatan itu, Kemenkominfo sebagai penyelenggara mengklaim bahwa kegiatan itu untuk menampung aspirasi publik atas RUU KUHPidana.

"Akan tetapi, LBH Manado menilai, kegiatan yang berlangsung selama 3 jam itu jauh dari prinsip partisipasi yang bermakna," ketusnya.

Baca Juga: Kementerian Kominfo Gelar Dialog Publik di Sulut, Bahas ini

Menurut LBH Manado, kehadiran tiga orang narasumber dari UI, Universitas Negeri Semarang, dan Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi menunjukkan adanya upaya pemerintah untuk melegitimasi RKUHP secara akademis.

Selain itu, kata Henly, peserta yang diundang dalam diskusi publik juga tidak partisipatif. "Sebanyak lebih dari 150 daftar undangan dimana hampir 70% merupakan perwakilan pemerintah dan aparat penegak hukum, sedangkan partisipasi masyarakat sipil sebagai perwakilan publik sangat minim," jelasnya.

LBH Manado juga menilai, kegiatan itu hanya bersifat formalistik belaka dan tidak membuka partisipasi bermakna. "Bagaimana ratusan peserta dapat memberi pendapat dalam dialog yang hanya dilangsungkan selama satu jam? Bahkan, beberapa peserta yang mengangkat tangan dan ingin mengajukan tanggapan dan pertanyaan tidak direspon oleh panitia," timpalnya.

Sebagai bentuk penolakan terhadap diskusi publik tersebut, LBH Manado telah mencoret nama dari absensi peserta kegiatan dan menyatakan WalkOut.

Kata Henly, LBH Manado sendiri menilai RUU KUHPidana bermasalah dan pembuatannya tidak partisipatif. Penilaian itu berdasarkan alasan-alasan tertentu.

Alasan pertama, kata Henly, pasal 218 terkait penghinaan terhadap harkat dan martabat Presiden adalah pasal yang akan membahayakan demokrasi dan dalam setiap kritik kepada Presiden dalam penjelasan pasal 218 harus sebisa mungkin memberikan solusi. "Apabila jika harus mengkritik dan disertai solusi, lantas apa yang menjadi kerja Pemerintah," tanyanya.

Alasan berikutnya, lanjut Henly, terkait pasal 256 tentang unjuk rasa dan demonstrasi. "Hal ini seharusnya tidak perlu diatur dalam RKUHPidana karena makna pasal ini sudah diatur dalam UU Nomor 9/1998 dan terkait dengan tidak memberikan pemberitahuan kepada APH cukup dibubarkan, bukan malah pidana sebagaimana yang diatur dalam RKUHPidana," bebernya.

"Alasan ketiga, pasal yang mengatur tentang pidana mati menunjukkan Indonesia jauh dari penghormatan dan pemenuhan terhadap HAM. Sebab beberapa negara yang sudah mendeklarasi HAM sudah tidak menerapkan pidana mati," katanya, lagi.

"Keempat, pasal tentang penggelandangan juga tidak perlu dimasukan dalam RKUHPidana dan diberikan pidana, bahkan sanksi berupa denda. Karena mereka adalah kelompok rentan dan tidak memiliki penghasilan tetap," sambungnya.

Alasan terakhir, tambah Henly, yakni partisipasi yang bermakna (meaningful participation) adalah hak masyarakat untuk didengar pendapatnya dan dipertimbangkan.

Henly kembali menegaskan, sampai saat ini LBH Manado menolak RUU KUHPidana yang tidak memberikan ruang partisipasi seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat. "Menuntut menerima seluruh pasal yang dianggap krusial dan tidak hanya melihat kepada 19 pasal krusial," pungkasnya. (***)

Editor: Sahril Kadir

Tags

Terkini

Terpopuler