Tulisan Pembaca : SENYUM

- 26 Juni 2022, 19:17 WIB
Dian Pratiwi Iman Dosen Universitas Muhammadiyah Manado
Dian Pratiwi Iman Dosen Universitas Muhammadiyah Manado /Screenshot/
Oleh: Dian Pratiwi Iman
Dosen Universitas Muhammadiyah Manado
 
Ekspresi wajah atau mimik memegang peranan penting dalam berbagai interaksi sosial manusia. Ekspresi wajah mengirimkan keadaan internal seperti motivasi dan perasaan, yang menjadikannya sumber informasi non-verbal yang penting (Kuehne, et.al, 2011). Tertawa dan tersenyum adalah ekspresi wajah yang signifikan digunakan dalam komunikasi antar manusia (Mascaró, et.al, 2021). 
 
Suatu senyuman terlihat sebagai hal yang sederhana, namun ternyata melibatkan berbagai proses dalam tubuh. Pada waktu tersenyum, ada perpaduan gerakan antara otot-otot wajah terutama otot yang melingkari mata dan bibir, tarikan napas serta pusat emosi di otak. Paul Ekman, seorang ahli otak telah membedakan dua jenis senyum, yaitu felt smile atau senyum spontan, yang dihayati dan dimotivasi oleh perasaan tulus. Dan false smile atau senyum palsu, yang sengaja dibuat untuk meyakinkan orang bahwa ada kegembiraan, ketulusan, kepolosan, dan kejujuran (Pasiak, 2006). 
Duchenne, pada tahun 1862 berhasil membuktikan bahwa terdapat perbedaan pusat pengaturan senyum, karena perbedaan inilah gerakan otot-otot wajah saat tersenyum menjadi berbeda (Girard, et.al, 2019).
 
 
Dalam penelitiannya, Duchenne menemukan bahwa ketika menstimulasi otot-otot yang digunakan untuk tersenyum, diantaranya zygomaticus major (Rychlowska, et.al, 2017) subjek akan menghasilkan senyum lebar, tetapi tidak terlihat bahagia. Namun, disaat ada kebahagiaan sejati, maka terjadi kontraksi otot-otot yang mengelilingi mata, dan otot ini (orbicularis occuli) tidak dapat digerakkan secara volunter atau disengaja (Anggraini, 2020).
Tersenyum adalah suatu ekspresi yang memiliki dampak positif bagi kesehatan. Sejak dulu, telah terdapat kepercayaan mengenai dampak positif tersenyum untuk hidup sehat. 
 
Ada seorang yang mengalami nyeri di tulang belakang, mencoba terapi senyum atau tertawa untuk kepentingan penyakitnya. Setelah menjalani terapi senyum, ia melaporkan bahwa nyerinya menjadi sangat berkurang. Kejadian ini kemudian memunculkan konsep awal bahwa senyum dapat menstimulasi nyeri seperti halnya efek opioid endogen, yaitu beta endorphin, yang juga mampu meningkatkan fungsi sistem imun tubuh (Abdulrachman, 2018).
 
Sejak saat itu berkembanglah pro dan kontra mengenai konsep senyum terhadap kesehatan, sebagian menganggap konsep tersebut hanya bersifat subjektif, dan sebagian lagi menganggap konsep tersebut benar hanya masih diperlukan penelitian lanjut. Penelitian baik dari sisi medis maupun psikologis mulai mencari kebenaran tentang dampak senyum terhadap kesehatan. Beberapa ahli profesional bahkan telah membicarakan dampak senyum terhadap kesehatan melalui berbagai seminar, workshop, internet dan lain sebagainya. Ajakan membiasakan senyum juga makin banyak terdengar beberapa tahun belakangan ini dan menjadi sarana promotif berbagai instansi pelayanan kesehatan maupun instansi umum (Abdulrachman, 2018).
 
 
Saat pandemi COVID-19, kita cenderung merasa cemas dan depresi. Maka salah satu alternatif tindakan untuk mencegah COVID-19 adalah dengan memperkuat sistem imun tubuh melalui mental self-healing diantaranya meliputi relaksasi, penguatan ibadah, dan kebahagiaan (Fatmawati, et.al, 2020). 
 
Tersenyum dapat memberikan respon relaksasi dan ketenangan yang membawa pengaruh terhadap rangsangan sistem saraf otonom yang akan berdampak pada respon fisiologi tubuh. Sebuah senyuman dapat memberikan berbagai manfaat bagi kesehatan (Sertyowati & Hakim, 2021). 
 
Pertama, meningkatkan sistem imunitas, yaitu dengan kenaikan konsentrasi immunoglobulin A (IgA), IgG, IgM, dan leukosit. Kedua, meningkatkan toleransi nyeri dengan peningkatan kadar hormon endorphin, yaitu hormon yang menghilangkan rasa nyeri. Ketiga, menurunkan kadar hormon stress seperti kortisol. Keempat, menghindarkan kerutan di wajah karena aliran darah di sekitar wajah menjadi lebih lancar dan saraf secara konstan mengalami pergerakan sehingga otot wajah akan tetap kencang (Abdulrachman, 2020).
 
 
Senyum bukanlah hanya sekedar gerakan bibir yang tersungging, namun juga menjadi kerja otak dan emosional seseorang (Sertyowati & Hakim, 2021). Senyum merupakan salah satu ekspresi wajah manusia yang paling sederhana namun mempunyai banyak manfaat. Jadi, sudah tersenyum hari ini?
 
Bahan bacaan :
 
Abdurachman. (2018). Anatomi Senyum: Kajian Kinesiologi. Airlangga University Press. Surabaya. 
 
Anggraini, W. (2020). Perspektif Anatomi Dan Antropometri Pada Senyum. Jurnal Kedokteran Gigi Terpadu, Vol. 2, No. 1, 37- 43.
 
Farmawati, C., Ula, M., Qomariyah. (2020). Prevention of COVID-19 by Strengthening Body’s Immune System through Self-Healing. Populasi Volume 28 Nomor 2, 70-81. 
 
 
Girard JM, Shandar G, Liu Z, Cohn JF, Yin L, Morency LP. Reconsidering the Duchenne Smile: Indicator of Positive Emotion or Artifact of Smile Intensity?. Int Conf Affect Comput Intell Interact Workshops. 2019;2019:594-599. doi:10.1109/acii.2019.8925535
Kuehne, M., Zaehle, T., Lobmaier, J. (2011). Efects of posed smiling on memory for happy and sad facial expressions. Scientific Reports. https://www.nature.com/scientificreports.
 
Mascaró, M. Serón , Francisco J., Perales, Francisco J., Varona, J., Mas, Ramon. (2021). Laughter And Smiling Facial Expression Modelling For The Generation Of Virtual Affective Behavior. PLoS ONE 16(5): e0251057. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0251057
 
Pasiak, Taufik. (2006). Menajemen Kecerdasan. Mizan Pustaka. 
 
 
Rychlowska, M., Jack, Rachael E., Garrod, O., Schyns, P., Martin, J., Niedenthal, P. (2017). Functional Smiles: Tools for Love, Sympathy, and War. Psychological Science 2017, Vol. 28(9) 1259–1270.
 
Sertyowati, Sri., Hakim, N. (2021). Terapi Tersenyum Untuk Mengurangi Kecemasan Lansia Di Wilayah Bantul Yogyakarta. Jurnal Abdimas Madani dan Lestari Vol. 03, Issue. 02, 75-79. (***)

Editor: Widodo Mahaputra


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x