Dumoga Miniatur Indonesia

- 13 Mei 2022, 19:32 WIB
Donald Q. Tungkagi
Donald Q. Tungkagi /Instagram Donald Q. Tungkagi

PORTAL KOTAMOBAGU, Pikiran Rakyat - Dumoga itu bagai bara dalam sekam. Bisa berkobar kapan saja jika disiram 'bensin' oleh oknum tak bertanggungjawab. Saya mengenal wilayah Dumoga karena menulis tesis setebal xxvi + 331 halaman.

Menulis dan risetnya dua tahun. Makanya agak geram jika membaca tulisan oknum wartawan tentang konflik di Dumoga tanpa sensitifitas. Padahal tidak semua fakta itu bernilai berita, apalagi berita yang justru mendatangkan mudarat (merugikan).

Dumoga itu sensitif, makanya butuh sistem siaga dini (early warning system). Sebelum itu, yang perlu dipahami adalah wilayah ini desa-desanya tersegregasi etnis dan agama. Bahkan hampir setiap desa mewakili etnis sekaligus agama tertentu.

Baca Juga: Syekh Ali Jaber: Pintu Rezeki Dibuka Seluas-Luasnya Oleh Allah Jika Amalkan Istighfar ini Setiap Hari

Fenomena etnoreligius di wilayah Dumoga juga cukup kuat. Etnoreligius yang saya maksud itu menggambarkan suku dan agama sekaligus sebagai identitas kultural. Misalnya, tak jarang di wilayah ini kita gampang menebak agama seseorang hanya dengan tahu sukunya, atau menebak sukunya bermodal tahu agamanya.

Karena kondisi ini, tak jarang isu agama dan etnis muncul sebagai pengobar konflik (tarkam), hanya karna yang bertikai desa yang berbeda etnis plus agama. Padahal sebabnya sepele, hanya perkelahian anak muda dipicu miras, aksi pelemparan kendaraan, atau perkelahian di lokasi tambang yang berlanjut di kampung.

Mari kita belajar dari konflik bernuansa SARA di Indonesia di awal tahun 2000-an. Konflik Ambon, sukunya sama, agamanya beda. Konflik Sambas, beda suku, agama sama. Dumoga potensi konfliknya justru lebih besar, sudah beda suku, beda agama pula. Masing-masing suku juga mewakili agama tertentu. Itu yang justru wajib dipahami semua pihak, dari alit (rakyat) hingga para elit (pemerintah).

Baca Juga: Primbon Jawa Kelahiran 4 Mei 1991 Menurut Hitungan Wuku dan Weton

Semoga Dumoga damai selalu. Wilayah ini sejak masa Orde Baru digadang-gadang sebagai miniatur  Indonesia. Makanya semua pihak harus berjibaku menjadikan Dumoga tak hanya lumbung pangan, namun juga lumbung kerukunan.***

Penulis : Donald Q. Tungkagi
Akademisi dan Direktur The Bolmongraya Institute

Editor: Rudini Radiman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x