Yenny Wahid Beberkan Akar Masalah Garuda Indonesia yang Nyaris Kolaps hingga Utang Naik Rp1 Triliun per Bulan

14 Agustus 2021, 15:41 WIB
Yenny Wahid Beberkan Akar Masalah Garuda Indonesia yang Nyaris Kolaps hingga Utang Naik Rp1 Triliun per Bulan /Tangkapan layar YouTube/Yenny Wahid

PORTAL KOTAMOBAGU - Yenny Wahid memutuskan untuk hengkang sebagai Komisaris Independen Garuda Indonesia pada Jumat, 13 Agustus 2021 kemarin. 

Yenny Wahid memutuskan mengundurkan diri dari posisi tersebut usai menjabat selama hampir dua tahun.

Diketahui, Pendapatan Garuda Indonesia yang terus memburuk selama gejolak pademi Covid-19 Indonesia menjadi alasan Yenny Wahid mengundurkan diri.

Tidak hanya itu, putri kedua Gus Dur bermaksud hendak meringankan krisis keuangan yang dialami maskapai pelat merah itu.

Yenny Wahid berharap keputusannya untuk mundur dari posisi komisaris independen Garuda Indonesia dapat menjadi langkah yang tepat terkait mengamankan anggaran yang sedang tidak baik.

Dalam sebuah video yang diunggah di kanal YouTube Yenny Wahid Official, Yenny kemudian membeberkan permasalahan yang selama ini dihadapi oleh Garuda Indonesia, hingga nyaris kolaps.

Ia mengatakan, utang yang dimiliki maskapai pelat merah tersebut semakin meningkat setiap bulannya. Bahkan terdapat sejumlah faktor lain yang menyebabkan utang tersebut tak kunjung selesai, dan malah memperberat masalah.

Baca Juga: Denny Darko Ramal Kehidupan Karier Ayu Ting Ting dalam Bahaya Terkait Petisi Boikot dari TV

"Sejak pandemi, utang Garuda Indonesia bertambah lagi, setiap bulannya ada penambahan Rp1 triliun. Bahkan setiap bulan pendapatan Garuda selalu menurun," ujar Yenny, dikutip Portal Kotamobagu dari Pikiran-Rakyat.com berjudul "Yenny Wahid Bongkar 'Borok' Garuda Indonesia, Utang Naik Rp1 Triliun per Bulan Hingga Kesalahan Beli Pesawat".

Dengan begitu, jumlah pendapatan yang diperoleh Garuda Indonesia disebut tak cukup demi memenuhi beberapa kebutuhan pokok pihak maskapai penerbangan.

"Pada Mei 2021 pendapatan Garuda Indonesia minus 67 juta dolar AS, meski mencatatkan pendapatkan 56 juta dolar AS, namun pada saat yang bersamaan Garuda harus membayar biaya sewa pesawat 56 juta dolar AS, biaya perawatan 20 juta dolar AS, biaya aftur 20 juta dolar AS, dan biaya pegawai sebesar 20 juta dolar AS," katanya.

Yenny mengibaratkan Garuda Indonesia bak seseorang yang memiliki komorbid, dan semakin parah setelah dihantam permasalahan yang bertubi-tubi.

Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) disebut menjadi penyakit bawaan yang cukup parah bagi Garuda Indonesia.

"Garuda ini ibarat orang yang punya komorbid, banyak penyakit bawaannya, sehingga begitu kena Covid-19 langsung parah. Selain beban warisan utang, banyak kasus-kasus di masa lalu yang melibatkan praktik KKN," tuturnya.

Garuda Indonesia saat ini sudah menggandeng sejumlah pihak di antaranya KPK, Kemenkumham, Kemenpolhukam untuk memberantas praktik korupsi tersebut.

Selain itu, adanya kesalahan dalam membeli pesawat di masa lalu memuat maskapai pelat merah tersebut harus menanggung kerugian yang besar.

"Contoh penyakit bawaan KPK, ada pengadaan pesawat masa lalu yang bermasalah dan dampaknya tetap kita rasakan sampai sekarang. Ada beberapa pesawat yang kita miliki, sesungguhnya tidak cocok untuk Garuda, sehingga ketika diterbangkan akan bermasalah. Biaya yang menyangkut pesawat itu mengambil anggaran paling besar, sehingga efeknya dirasakan sampai sekarang," ucapnya.

Yenny mengakui bahwa pihaknya tidak gampang bernegosiasi dengan para lessor, apalagi sudah menyangkut uang miliaran rupiah.

Para petinggi Garuda Indonesia pun sudah melakukan empat cara demi mengamankan perusahaan tersebut di antaranya restrukturisasi finansial, efisiensi biaya, pembenahan layanan, dan menyederhanakan proses bisnis.***(Nopsi Marga/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Suhendra Manggopa

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler