Kisah Islami : Ketampanan Nabi Yusuf AS dan Itikad Buruk Saudaranya

- 16 April 2022, 23:00 WIB
Ilustrasi. Kisah Islami: Kisah Nabi Yusuf AS.
Ilustrasi. Kisah Islami: Kisah Nabi Yusuf AS. /Ilustrasi Pixabay/

Setibanya kafilah itu di Mesir, dibawalah Yusuf di sebuah pasar khusus , di mana manusia diperdagangkan dan diperjual-belikan sebagai barang dagangan atau sebagai binatang-binatang ternakan. Yusuf lalu ditawarkan di depan umum dilelongkan. Dan karena para musafir yang membawanya itu khuatir akan terbuka pertemuan Yusuf maka mereka enggan memepertahankan sampai mencapai harga yang tinggi, tetapi melepaskannya pada tawaran pertama dengan harga yang rendah dan tidak memadai. Padahal seorang seperti nabi Yusuf tidak dapat dinilai dengan wang bahkan dengan emas seisi bumi pun tidak seimbang sebagai manusia yang besar dan makhluk Allah yang agung seperti Nabi Yusuf yang oleh Allah telah digariskan dalam takdirnya bahawa ia akan melaksanakan missi yang suci dan menjalankan peranan yang menentukan dalam pengaulan hidup umat manusia.

Nabi Yusuf dalam pelelongan itu dibeli oleh keeetua polis Mesir bernama Fathifar sebagai penawar pertama , yang merasa berbahagia memperoleh sorang hamba yang berparas bagus, bertubuh kuat dan air muka yang memberi kesan bahawa dalam manusia yang dibelikan itu terkandung jiwa yang besar, hati suci bersih dan bahawa ia bukanlah dari kualiti manusia yang harus diperjual-belikan.
Kata Fathifar kepada isterinya ketika mengenalkan Yusuf kepadanya:" Inilah hamba yang aku baru beli dari pelelongan. Berilah ia perlakuan dan layanan yang baik kalau-kalau kelak kami akan memperolehi manfaat drpnya dan memungutnya sebagai anak kandung kita. Aku dapat firasat dari paras mukanya dan gerak-gerinya bahawa ia bukanlah dari golongan yang harus diperjual-belikan, bahkan mungkin sekali bahawa ia adalah dari keturunan keluarga yang berkedudukan tinggi dan orang-orang yang beradab.

Nyonya Fathifar, isteri Ketua Polis Mesir menerima Yusuf di rumahnya, sesuai dengan pesanan suaminya. dilayan sebagai salah seorang daripada anggota keluarganya dan sesekali tidak diperlakukannya sebagai hamba belian. Yusuf pun dapat menyesuaikan diri dengan keadaan rumahtangga Futhifar. Ia melakukan tugas sehari-harinya di rumah dengan penuh semangat dan dengan kejujuran serta disiplin yang tinggi. Segala kewajiban dan tugas yang diperintahkan kepadanya, diurus dengan senang hati seolah-olah dari perintah oleh orang tuanya sendiri. Demikianlah, maka makin lama makin disayanglah akan Yusuf di rumah Ketua Polis Mesir itu sehingga merasa seakan-akan berada di rumah keluarga dan orang tuanya sendiri.

Baca Juga: Kisah Islami : Ketika Asy Syibli Dituduh Bakhil

Tentang isi cerita di atas, dapat dibaca dalam surah "Yusuf" ayat 19 sehingga ayat 21 sebagai berikut: ~
"19. Kemudian datanglah kelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh seorang mengambil air mereka, maka dia menurunkan timbanya, dia berkata: " Oh! Khabar gembira, ini seorang anak muda!" Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. 20. Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, iaitu beberapa dirham shj, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf 21. Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada isterinya: " Berikanlah kepadanya tempat {dan layanan} yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak." Dan demekian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi {Mesir} dan agar kami ajarkan kepadanya takdir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya." {Surah Yusuf : 19 ~ 21}

Yusuf dalam godaan nyonya Futhifar

Yusuf hidup tenang dan tenteram di rumah Futhifar, Ketua Polisi Mesir, sejak ia menginjakkan kakinya di rumah itu. Ia mendpt kepercayaan penuh dari kedua majikannya, suami-isteri, mengurus rumah-tangga mereka dan melaksanakan perintah dan segala keperluan mereka dengan sesungguh hati, ikhlas dan kejujuran, tiada menuntut upah dan balasan atas segala tenaga dan jerih payah yang dicurahkan untuk kepentingan keluarga. Ia menganggap dirinya di rumah itu bukan sebagai hamba bayaran, tetapi sebagai seorang drp anggota keluarga. demikian pula anggapan majikannya, suami-isteri terhadap dirinya.

Ketenangan hidup dan kepuasan hati yang didapat oleh Yusuf selama ia tinggal di rumah Futhifar, telah mempengaruhi kesihatan dan pertumbuhan tubuhnya. Ia yang telah dikurnai oleh Tuhan kesempurnaan jasmani dengan kehidupan yang senang dan empuk di rumah Futhifar, makin terlihat tambah segar wajahnya, tambah elok parasnya dan tambah tegak tubuhnya, sehingga ia merupakan seorang pemuda remaja yang gagah perkasa yang menggiurkan hati setiap wanita yang melihatnya, tidak terkecuali isteri Futhifar, majikannya sendiri, bahkan bukan tidak mungkin bahwa ia akan menjadi rebutan lelaki, andai kata ia hidup di kota Sadum di tengah-tangah kaum Nabi Luth ketika itu.

Pengaulan hari-hari di bawah satu atap rumah antara Yusuf pemuda remaja yang gagah perkasa dan Nyonya Futhifar, seorang wanita muda cantik dan ayu, tidak akan terhindar dari risiko terjadinya perbuatan maksiat, bila tidak ada kekuatan iman dan takwa yang menyekat hawa nafsu yang ammarah bissu. Demikian lah akan apa yang terjadi terhadap Yusuf dan isteri Ketua Polis Mesir.
Pada hari-hari pertama Yusuf berada di tengah-tengah keluarga , Nyonya Futhifar tidak menganggapnya dan memperlakukannya lebih dari sebagai pembantu rumah yang cekap, tangkas, giat dan jujur, berakhlak dan berbudi pekerti yang baik. Ia hanya mengagumi sifat-sifat luhurnya itu serta kecekapan dan ketangkasan kerjanya dalam menyelesaikan urusan dan tugas yang pasrahkan kepadanya. Akan tetapi memang rasa cinta itu selalu didahului oleh rasa simpati.

Simpati dan kekaguman Nyonya Futhifar terhadap cara kerja Yusuf, lama-kelamaan berubah menjadi simpati dan kekaguman terhadap bentuk banda dan paras mukanya. Gerak-geri dan tingkah laku Yusuf diperhatika dari jauh dan diliriknya dengan penuh hati-hati. Bunga api cinta yang masih kecil di dalam hati Nyonya Futhifar terhadap Yusuf makin hari makin membesar dan membara tiap kali ia melihat Yusuf berada dekatnya atau mendengar suaranya dan suara langkah kakinya. Walaupun ia berusaha memandamkan api yang membara di dadanya itu dan hedak menyekat nafsu berahi yang sedang bergelora dalam hatinya, untuk menjaga maruahnya sebagai majikan dan mepertahankan sebagai isteri Ketua Polis, namun ia tidak berupaya menguasai perasaan hati dan hawa nasfunya dengan kekuatan akalnya. Bila ia duduk seorang diri, maka terbayanglah di depan matanya akan paras Yusuf yang elok dan tubuhnya yang bagus dan tetaplah melekat bayangan itu di depan mata dan hatinya, sekalipun ia berusaha untuk menghilangkannya dengan mengalihkan perhatiannya kepada urusan dan kesibukan rumahtangga. Dan akhirnya menyerahlah Nyonya Futhifar kepada kehendak dan panggilan hati dan nafsunya yang mnedpt dukungan syaitan dan iblis dan diketepikanlahnya semua pertimbangan maruah, kedudukan dan martabat serta kehormatan diri sesuai dengan tuntutan dengan akal yang sihat.

Halaman:

Editor: Suprianto Suwardi

Sumber: Kisah Islam


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah