Kisah Islami : Berperan Membagikan Rezeki Allah

- 15 April 2022, 02:00 WIB
Ilustrasi. Kisah Islami
Ilustrasi. Kisah Islami /Pexels/Pixabay

Syaqiq bin Ibrahim, nama kunyahnya Abu Ali, adalah seorang guru dan ulama sufi yang tinggal di kota Balkh, termasuk wilayah Khurasan, sehingga lebih dikenal dengan nama Syaqiq al- Balkhi. Ia berasal dari keluarga saudagar yang kaya raya, dan akhirnya mewarisi pekerjaan menjadi pedagang yang sukses juga. Ia wafat pada tahun 194 Hijriah atau 810 Masehi. Hidupnya selalu bergelimang kekayaan dan kemewahan dunia, hingga ia mengalami suatu peristiwa yang mengubah jalan hidupnya menjadi seorang sufi yang zuhud.

Suatu ketika ia sedang membawa kafilahnya ke Turki, dengan membawa bermacam-macam barang dagangan. Di sana ia melihat sebuah tempat penyembahan berhala, dengan para pelayan atau pekerjanya yang berkepala gundul dan mencukur halus jenggotnya, serta berpakaian serba hijau.

Mungkin kalau di Asia (Indonesia, India, Cina, Thailand dan lain-lainnya) seperti para biksu atau pendeta Budha yang berpakaian kuning. Syaqiq tertarik untuk memasuki tempat tersebut sekaligus berdakwah kepada mereka untuk meninggalkan penyembahan berhala dan memeluk agama Islam..

Baca Juga: Kisah Islami : Karena Doa Kedua Orang Tua

Setelah masuk dan bertemu salah seorang pelayan rumah ibadah itu, Syaqiq berkata, “Wahai pelayan, sesungguhnya kamu mempunyai Tuhan Yang Maha Menciptakan, Maha Hidup, Maha Mengetahui dan Maha Kuasa, maka sembahlah Dia, janganlah engkau menyembah berhala-berhala ini, yang tidak bisa mencelakakan ataupun menguntungkan!!”

Pelayan itu menatap tajam Syaqiq yang berpakaian bagus, yang menunjukkan kalau ia seorang pedagang yang kaya, kemudian berkata, “Jika yang engkau ucapkan itu memang benar, bahwa Tuhanmu itu Maha Kuasa, tentulah Ia bisa memberikan rezeki kamu di negerimu sendiri, mengapa pula kamu susah-susah datang kemari untuk berdagang??”

Apa yang disampaikan oleh pelayan itu mungkin hanya berupa argumentasi sederhana untuk membela diri, karena Syaqiq telah ‘menonjok’ aqidah dan keyakinannya, satu hal yang sifatnya pribadi, yang seharusnya disampaikan dengan cara lebih bijaksana.

Baca Juga: Kisah Islami : Kasih Sayang Allah yang Begitu Besar Kepada Hambanya

Tetapi justru karena perkataannya yang sederhana itu, seolah-olah Syaqiq diingatkan kalau selama ini ia terlalu sibuk dengan urusan dunianya. Berkelana dengan kafilah dagangnya dari satu negeri ke negeri lainnya hanya untuk menumpuk kekayaan, sementara untuk urusan bekal akhirat, ia melakukan hanya sekedarnya saja. Segera saja ia mengemasi perniagaannya dan kembali ke Khurasan, kemudian menjalani kehidupannya dengan lebih zuhud terhadap dunia.

Halaman:

Editor: Suprianto Suwardi

Sumber: Buku Cerita


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x