Efek Jam Kerja Terlalu Panjang Ternyata Mampu Sebabkan Kematian

- 17 Mei 2021, 23:34 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi /straingz/pixabay

 

PORTAL KOTAMOBAGU — Jam kerja yang terlalu panjang di pandemi ini, ternyata mampu membunuh ratusan bahkan sampai ribuan orang dalam setahun.

Hal ini dibuktikan dengan adanya penelitian dari World Health Organization atau WHO.

Dilansir Portal Kotamobagu dari Pikiran Rakyat Tasikmalaya dalam artikel berjudul “Hasil Penelitian WHO Membuktikan Bahwa Jam Kerja yang Terlalu Panjang Bisa Sebabkan Kematian”, rata-rata jam kerja yang terlalu panjang mengakibatkan pekerja meninggal dunia lantaran terkena stroke atau serangan jantung.

Baca Juga: China, Norwegia, dan Tunisia Serukan Gencatan Senjata Segera antara Israel dan Palestina

Temuan ini didapatkan dari penelitian yang diterbitkan dalam Jurnal Environment International.

Ada sebanyak 745 ribu pekerja yang terlalu lama bekerja hingga akhirnya meninggal dunia lantaran terserang stroke atau serangan jantung pada tahun 2016 lalu.

Angka ini meningkat sebesar 30 persen dari data yang dikumpulkan pada tahun 2000.

“Bekerja lebih dari 55 jam seminggu dapat mengakibatkan masalah kesehatan serius,” jelas Maria Neira, Direktur WHO untuk Departemen Lingkungan, Perubahan Iklim, dan Kesehatan.

Baca Juga: Oki Setiana Dewi: Tidak Harus Menjadi Seorang Islam untuk Bisa Peduli Kepada Palestina

Kemudian WHO bekerja sama dengan International Labour Organization (ILO), mengadakan penelitian terbaru seputar lamanya jam kerja dan pengaruhnya terhadap kesehatan.

Hasil penelitian menunjukkan ada sebanyak 72 persen pekerja yang meninggal gegara terlalu lama bekerja selama masa muda mereka.

Menurut penelitian, 72 persen yang meninggal tersebut kebanyakan terdiri atas pria yang berusia 50 tahunan ke atas.

Hasil penelitian gabungan WHO dan ILO juga menunjukkan bahwa mereka yang bekerja di Asia Tenggara, kawasan Pasifik Barat, Tiongkok, Jepang, dan Australia, kebanyakan mengalami kematian lantaran terlalu lama bekerja.

Baca Juga: Sadis! Seorang Kakek Dibunuh Anaknya Sendiri Pakai Linggis, Kapak, dan Sabit

Dari sebanyak 194 negara yang dilibatkan dalam penelitian ini, ditemukan mereka menerapkan 55 jam kerja seminggu bahkan lebih.

Mereka yang bekerja selama 55 jam seminggu atau lebih, cenderung memiliki resiko terserang stroke 35 persen lebih besar ketimbang yang bekerja selama 35 hingga 40 jam seminggu.

Sementara resiko terserang serangan jantung hanya lebih besar 17 persen dari mereka yang bekerja tidak terlalu ekstrim per minggunya.

Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh WHO kemudian membuktikan bahwa resiko terserang stroke dan serangan jantung menjadi makin besar setelah pandemi Covid-19 menyerang dunia.

Hal ini diduga lantaran jam kerja makin panjang setelah diberlakukannya sistem kerja dari rumah.

Baca Juga: Sahabat Sejati, Ruben Onsu Tanggung Biaya Persalinan Istri Sapri Pantun

WHO memperkirakan sedikitnya ada sekitar sembilan persen pekerja di seluruh dunia yang jam kerjanya bertambah setelah dunia dilanda pandemi Covid-19.

Bahkan jam kerja yang bertambah tidak hanya dirasakan oleh pekerja biasa saja.

Seluruh pekerja WHO dan ketuanya yaitu Tedros Adhanom Ghebreyesus terpaksa bekerja lebih lama akibat pandemi Covid-19.

Ahli teknis WHO, Frank Pega mengatakan bukan pilihan tepat untuk bekerja lebih lama di kala pandemi Covid-19 sebab pandemi itu juga telah menyebabkan krisis ekonomi.

Bisa dibilang, krisis ekonomi ini menyebabkan pekerja tidak akan mendapatkan bayaran lembur untuk jam kerja yang lebih lama.

Baca Juga: Berlebihan Konsumsi Minuman Kaleng Ternyata Sangat Berbahaya Terhadap Kesehatan Tubuh, Begini Penjelasannya

Sudah ditambah beban kerjanya, bayaran malah dipotong, ya bagaimana tidak makin banyak pekerja yang meninggal dunia gegara terlalu lama bekerja?***(Catharina Griselda/Pikiran Rakyat Tasikmalaya)

Editor: Cadavi Lasena

Sumber: Pikiran Rakyat Tasikmalaya


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah